Selesai bertugas di komunitas perpustakaan Islam, Ahad pekan lalu, untuk menjaga kebersamaan bersama para akhwat BMI kami meluangkan waktu untuk makan bersama. Selepas maghrib saya bersama teman-teman menuju warung makan Indonesia yang terletak di Tin Hau, salah satu kota di Hong Kong yang bersebelahan dengan Causeway Bay. Cuaca hari itu cukup panas, sehingga kelelahan itu terobati ketika makan bersama sambil sesekali bercanda ringan.
Baru beberapa menit
bercanda, seorang wanita berkulit gelap yang duduk di samping kami
memprovokasi dengan pembicaraan yang mendiskreditkan Islam. Dengan
berbagai cara ia berusaha menjebak pembicaraan yang ujung-ujungnya
melecehkan Nabi SAW.
Awalnya masih kami layani
dengan baik, apalagi penginjil wanita itu mengaku lulusan pesantren.
Setelah kami biarkan wanita itu bicara, lama kelamaan nampak bahwa dia
bukan seorang muslimah. Tak sabar jadi pendengar pidato bualannya, saya
langsung bertanya, “Apa agama anda saat ini?” Akhirnya dia menjawab
Kristen.
“Oh, ternyata wanita ini
seorang penginjil. Bakal seru nih”, batin saya waktu itu. Saya bersama
May, Afa, Umi, Ayuun dan Biati merasa mendapat udara segar yang bisa
mendinginkan cuaca. Kami biarkan beberapa saat salibis tersebut
meneruskan pidatonya, hingga menyinggung masalah ketuhanan.
Pada giliran kami bicara,
saya pun tanya, “Apa definisi Tuhan?” Dia menghindar, saya tanya lagi “
Di mana sifat ketuhanan Yesus saat disiksa, ditelanjangi, diarak,
diludahi dan disalib?” Dia malah bertanya balik, “Menurut anda?”
“Jawab dulu pertanyaan saya,” tukas saya.
Gelagapan, sang penginjil
pun mengalihkan pembicaraan, akhirnya saya tegur, “Jangan mengalihkan
tema, jawab dulu pertanyaan saya.” Sang penginjil masih terdiam beberapa
sat, lalu saya berondong lagi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang
Injil Barnabas, jilbab dalam Bibel, pertentangan khitan antara Kitab
Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama, dan seterusnya. Semua pertanyaan
tidak bisa menjawab satupun, akhirnya dengan sangat kasihan saya
bilang. “Anda masih terlalu amatir dan bukan kelas kami. Anda ini
pembohong, pasti bukan muslimah lulusan pesantren!”
Ketika saya tanya di mana
pesantren tempat dia belajar, dia menjawab tidak pernah masuk pesantren,
saya bilang lagi, “Tadi di awal pembicaraan anda bilang pernah nyantri,
sekarang bilang tidak pernah. Anda ketahuan pembohong.”
Teman-teman saya tidak mau
ketinggalan, ikut-ikut bertanya dengan berbagai macam pertanyaan, babak
belur salibis kacangan tersebut. Merasa terpojok, keluarlah jurus
andalan salibisnya, dengan bangga mengatakan perihal ustadz Junaidi
pimpinan pesantren di Jawa Barat yang akhirnya masuk Kristen, saya dan
teman-teman mengejarnya untuk mendapatkan kevalidan info yang dia
ceritakan, tapi kukuh tidak diberikan, akhirnya saya bilang
berkali-kali, “Anda mau berbohong lagi? Anda pembohong seperti umumnya
tradisi misionaris. Anda sangat lihai berbohong”, tiap dia ingin
menyangkal, saya selalu katakan “Anda pembohong”.
Saya dan teman-teman jadi
geli menahan senyum, saya minta nomor HP dia berkelit, saya paksa dengan
sedikit menekan akhirnya diberikan, ini nomor HP-nya + 852 92067974.
Kami tidak memulai, kami
hanya mengikuti saja permainan jebakan salibis, namun sangat
disayangkan, ternyata salibis tersebut masih amatir dan tidak menguasai
Injil sedikitpun. Semua pertanyaan kami yang hanya ringan-ringan tidak
mampu dia jawab.
Itulah sekelumit kisah para
buruh migran Indonesia (BMI) menghadapi agresivitas para penginjil
Kristen di Hong Kong. Kisah-kisah kristenisasi yang membidik BMI Hong
Kong masih sangat banyak yang belum terkuak. [Yulianna PS/voa-islam.com]
sumber: www.voa-islam.com
Social Plugin