
Ketika diinterogasi panitia dan satpam masjid,
keempat preman itu mengaku sebagai tukang ojek yang diperintah Kapolsek
Bekasi Timur. Tapi panitia meragukan pengakuan keempat preman itu,
karena acara yang digelar itu resmi dengan pemberitahuan kepada Polsek
Bekasi Timur, bahkan untuk menjaga keamanan, acara itu juga dijaga oleh
beberapa orang aparat kepolisian. Panitia mencurigai para preman
tersebut diperalat oleh kalangan Syi’ah untuk memprovokasi pengajian.
“Tidak mungkin brosur provokasi ini
disebarkan oleh Kapolsek. Kayaknya ini dari orang Syi’ah yang menyuruh
mereka dengan bayaran,” jelas Ruhiyat, ketua panitia tabligh akbar kepada wartawan usai shalat zuhur di Masjid Amar Ma’ruf.
Fatwa dalam selebaran yang mengatasnamakan MUI
Pusat ini sangat aneh dan kurang layak disebut sebagai fatwa. Biasanya,
setiap fatwa MUI diawali dengan basmalah dan disertai logo MUI, lalu
di akhiri dengan tanda tangan dan stempel resmi MUI. Selain itu, tidak
tercantumkannnya tanggal dan alamat menambah daftar kepalsuan fatwa
yang menjustifikasi keabsahan Syiah itu.
Di samping itu, secara de facto maupun de jure,
fatwa pendukung Syi’ah yang dinisbatkan kepada MUI itu bertentangan
dengan Fatwa MUI yang resmi dikeluarkan pada tahun 1984 tentang
perbedaan paham Syi’ah dan Sunni.
Sejak dirilis tahun 1984 hingga saat ini, Fatwa MUI tentang kesesatan
Syi’ah itu belum pernah diamandemen apalagi dicabut. Tiba-tiba tahun
bulan Mei 2011 muncul selebaran fatwa palsu yang substansinya menghapus
fatwa resmi. Brosur yang disebarkan preman itu bertajuk “Fatwa Ketua
MUI (Majelis Ulama Indonesia): Syi’ah Sah Sebagai Mazhab Islam.”
Ratusan brosur disita panitia pengajian. Selain itu, sebuah spanduk
Syi’ah yang dipasang para preman di seberang jalan juga diamankan
panitia.
“Saya sering ditelpon dari orang yang katanya dari
Mabes Polri, meminta agar jangan radikal. Selama dua hari ini ada lima
kali dia menelepon saya terus,” ujarnya.
“Dia minta agar pembicaranya diganti oleh Ustadz (Syi’ah) yang
direkomendasikan Mabes Polri. Saya nggak yakin itu telepon dari Mabes
Polri.”
Ruhiyat mengaku tidak kaget karena kasus serupa, sebelumnya dialami ormas HASMI Jakarta.
Menurut Ustadz Ibrahim Bafadhal Lc, pembicara tabligh akbar tersebut,
selebaran gelap yang disebarkan preman bayaran itu bukan resmi MUI,
karena MUI pusat dalam fatwa resminya pada tanggal 7 Maret 1984 justru
menyatakan Syi’ah sesat. Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Prof. K.H.
Ibrahim Hosen LML dan H Musytari Yusuf LA itu, disebutkan dengan jelas
bahwa faham Syi’ah sangat berbeda dengan faham Islam (Sunni/Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah). Menyikapi faham sesat Syi’ah itu, MUI mengimbau agar umat
Islam meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang
didasarkan atas ajaran Syi’ah. [fshare/HASMI/voa-islam]
0 Komentar