Karunia Allah teragung yang dianugerahkan atas umat ini adalah
Al-Quran. Kitab tersuci, diturunkan untuk umat paling utama, melalui
lisan Nabi dan Rasul termulia, dengan perantaraan pemimpin para
Malaikat, dalam untai bahasa terindah, dan makna penuh mukjizat yang tak
akan pernah pudar oleh waktu. Sebab itu, bukanlah karunia biasa, bila
Anda atau anak Anda dianugerahkan menjadi pewaris (baca: hafizh)
Al-Quran yang khusus dipilih langsung oleh Allah dalam firman-Nya:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا
“Kemudian Kitab itu (al-Quran) Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami” (Terjemahan QS Faathir: 32).
Juga bukanlah fadhilah biasa bila anda terpilih menjadi “Relawan
Al-Quran”, yang telah disanjung oleh Nabi kita dalam sabda sucinya:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan
mengajarkannya”.(HR Bukhari (No.5027)
Akan tetapi, bila menyelami banyak problem dan krisis umat saat ini,
kita bisa memastikan bahwa faktor utama di balik semuanya adalah jauhnya
mereka dari tuntunan dan manhaj/metode al-Quran. Umat yang dipilih
oleh-Nya sebagai “Umat Iqra'” masih terus menerapkan Hajr (pemboikotan)
terhadap Kitab yang diperintahkan atas mereka agar dibaca, dikaji,
dihayati, diamalkan, dan dijadikan sebagai tuntunan hidup dan dustur
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan tak jarang, banyak
muslim yang hanya sekedar mengaji, tanpa peduli dengan makna dan
kandungan ayat-ayatnya, padahal tujuan pertama membacanya adalah
memahami kandungan maknanya -baik lewat kata, tafsir ataupun
terjemahannya-, lalu kemudian diwujudkan dalam amal nyata sesuai kadar
kesanggupan.
Kejahilan akan tujuan dan visi misi membaca al-Quran inilah yang
membuat umat ini cenderung merusak citra dan ajarannya sendiri, serta
hanya menjadikannya sekedar bahan bacaan tanpa adanya implementasi akan
nilai-nilai perintah dan larangan di dalamnya. Oleh karena itu, ada dua
poin penting yang wajib diwujudkan oleh seorang muslim dalam membaca
al-Quran agar ayat-ayat sucinya tak hanya sekedar bacaan berpahala, atau
hanya bisa menenangkan hati.
Pertama: Membaca Al-Quran Dan Tadabbur
Tadabbur adalah menghayati makna yang terkandung dalam ayat-ayat
Al-Quran. Ia merupakan tujuan pertama membaca al-Quran. Ia merupakan
Manhaj dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para salaf umat
ini dalam membaca dan tadaarus al-Quran. Tanpanya hati akan tetap
terkunci dari hidayah dan petunjuk Al-Quran. (Madaarij Al-Hifdz wa
At-Tadabbur –Syaikh Nashir Al-‘Umar (hal.57))
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maka tidakkah mereka
menghayati Al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?” (Terjemahan QS
Muhammad: 24).
Imam Ibnul-Qayim rahimahullah berkata: “(Al-Quran diturunkan) bukan
untuk dibaca tanpa memahami dan menghayati (tadabbur) sebab Allah Ta’ala
berfirman: (Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran). (QS. Shaad: 29)…
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah juga berkata: “Al-Quran turun (ke
dunia) untuk di-tadabburi (dihayati maknanya) dan diamalkan”. (Madaarij
Al-Saalikin (1/451)).
Manfaat tadabbur ini, tidak hanya untuk memahami makna Al-Quran,
namun juga agar meneguhkan hati, menentramkan jiwa, meluruskan
pandangan, dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Ini semua merupakan sisi
positif dari tidak terkuncinya hati dari ber-tadabbur. Imam Nawawi
rahimahullah berkata: “Bila seorang (qari’) memulai membaca al-Quran, ia
harusnya bersikap khusyu’, mentadabburi bacaannya, dan tunduk
(merendahkan diri), sebab inilah yang diharapkan dan diinginkan dari
bacaan al-Quran. Dengan inilah dada menjadi lapang dan hati menjadi
bercahaya”. (Al-Majmu’: 2/164)
Ayat-ayat perintah, larangan, kabar gembira, ancaman, serta
kisah-kisah al-Quran, hendaknya ditadabburi dan direnungi bahwa semua
itu ditujukan kepada diri kita, sebagai hamba Allah dan objek utama
Al-Quran ini diturunkan. Dengannya, seorang yang taat bisa terus
istiqamah, seorang pendosa akan tersadarkan, seorang yang tersesat akan
kembali ternaungi oleh hidayah, bahkan orang yang dirundung kesedihan
akan menjadi tentram dan bahagia. Inilah rahasia utama yang menyebabkan
para salaf kita menganggap bahwa al-Quran adalah sumber kebahagiaan
terbesar dan solusi utama dan abadi dari berbagai problem dan krisis
kehidupan.
Kedua: Membaca al-Quran Dan Beramal
Tujuan kedua membaca al-Quran setelah tadabbur adalah beramal dengan kandungan ayat-ayatnya. Seorang muslim yang sungguh-sungguh bertadabbur, hatinya pasti akan tergerak untuk mengamalkan kandungan ayat-ayat suci al-Quran yang dibaca. Sebab tujuan utama ia diturunkan adalah untuk diamalkan, dan diikuti petunjuknya. Olehnya itu, barangsiapa yang berpegang teguh dengan amalan dan petunjuk al-Quran, maka dalam dirinya telah tertanam sifat taqwa, dan akan mendapatkan curahan rahmat dan keberkahan yang tiada henti, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Dan ini adalah Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat”. (Terjemahan QS Al-An’am: 155).
Tujuan kedua membaca al-Quran setelah tadabbur adalah beramal dengan kandungan ayat-ayatnya. Seorang muslim yang sungguh-sungguh bertadabbur, hatinya pasti akan tergerak untuk mengamalkan kandungan ayat-ayat suci al-Quran yang dibaca. Sebab tujuan utama ia diturunkan adalah untuk diamalkan, dan diikuti petunjuknya. Olehnya itu, barangsiapa yang berpegang teguh dengan amalan dan petunjuk al-Quran, maka dalam dirinya telah tertanam sifat taqwa, dan akan mendapatkan curahan rahmat dan keberkahan yang tiada henti, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): “Dan ini adalah Kitab (al-Quran) yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Ikutilah dan bertakwalah agar kamu mendapat rahmat”. (Terjemahan QS Al-An’am: 155).
Amalan dan akhlak al-Quran inilah yang dicontohkan oleh Nabi kita di
hadapan para sahabat dan seluruh umatnya, sebagaimana dalam ucapan
Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang akhlak Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya akhlak Nabiyullah –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- adalah Al-Quran”.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Makna akhlak Nabi adalah Al-Quran
yaitu bahwa beliau beramal dengan Al-Quran, tidak melewati batasan dan
aturannya, beradab dengan adab-adab yang diperintahkannya, mengambil
ibrah dari perumpamaan dan kisah-kisahnya, serta tadabbur (atas
ayat-ayatnya) dan membacanya dengan baik…”. (Syarah Shahih Muslim: 6/26)
Jauhnya umat ini dari petunjuk dan hidayah ilahi, serta kerusakan
aqidah dan moral generasi masa kini, merupakan dampak dari jauhnya
mereka dari petunjuk dan amalan Al-Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menegaskan hal ini dalam khutbah haji Wada’ di ‘Arafah
di hadapan puluhan ribu para sahabatnya, beliau bersabda: “Sungguh saya
telah mewariskan pada kalian (umat islam) pedoman yang kalian tidak akan
pernah tersesat bila kalian berpegang teguh dengannya, yaitu
Kitaabullah (Al-Quran)”. (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa konsekuensi dari menjauhnya umat dari
petunjuk Al-Quran ini adalah terjerumus dalam kesesatan, dan terpuruk
dalam kerusakan baik dari segi aqidah, ibadah, tatanan sosial maupun
moral dan akhlak.
Juga wajib diketahui bahwa kewajiban umat ini setelah menjaga
kemurnian Al-Quran lewat tulisan mushaf dan hafalan adalah menjaganya
dari segi amalan. Barangsiapa yang membaca, menjaga dan menghafal
Al-Quran dalam dadanya, namun tidak menjaganya dari segi amalan, maka ia
tidak akan mendapatkan keutamaan dan fadhilah bacaan ataupun hafizh
Al-Quran, bahkan Al-Quran akan menjadi bumerang baginya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al Qur’an itu bisa menjadi
pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim)
Mengenai makna hadits ini, Hafizh As-Suyuthi rahimahullah berkata:
“Seseorang akan mendapatkan manfaat dari Al-Quran bila membaca (juga
menghafal) dan beramal dengannya, namun bila ia tidak mengamalkannya,
maka Al-Quran akan menjadi bumerang/musuh baginya”. (Quut Al-Mughtadzi
‘Ala Jaami’ At-Tirmidzi: 2/947)
Terakhir, sudah saatnya umat ini kembali memandang al-Quran sebagai
pedoman hidup, dan solusi abadi bagi problem dan krisis yang terus
melanda umat ini. Sebab peradaban dan masa depan cerah umat ini hanya
akan bersumber dari al-Quran, di dalamnya terdapat berbagai macam
pedoman kehidupan baik dari segi ibadah, akhlak, muamalah, sosial,
ekonomi, sains, ataupun sejarah peradaban umat manusia. Hanya saja
tinggal membutuhkan munculnya Generasi Rabbani pilihan Allah yang akan
membumikan nilai-nilai al-Quran ini dalam kehidupan nyata.
Wallaahu Ta’ala A’lam. []
Wallaahu Ta’ala A’lam. []
Oleh: Ustadz Maulana La Eda, Lc., MA.
Sumber : https://wahdah.or.id/al-quran-menjadi-pembela-atau-musuh/
0 Komentar