Sebagai makhluk sosial, tidak ada
manusia yang bisa hidup sendiri. Ia harus bisa berinteraksi dengan orang lain. Di antara bentuk interaksi
yang diatur dalam agama ini adalah silaturahmi. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa menjalin silaturahmi hukumnya wajib dan
memutuskannya merupakan dosa besar. Hal ini berdasarkan perintah dari Allah Azza
wa Jalla dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan (peliharalah) hubungan
silaturahim” (QS. an-Nisa': 1).
Silaturahmi juga
termasuk perkara yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan, perintah ini sudah diketahui oleh orang-orang yang memusuhi beliau. Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu
memberitakan bahwa Abu Sufyan (yang saat itu masih kafir) pernah mengatakan
kepada raja Heraklius tentang dakwah Nabi, dia berkata, “Muhammad memerintahkan
kami shalat, sedekah, menjaga kehormatan dan silaturahmi” (HR. Bukhari). Dalam
kesempatan lain, Nabi shallallahu 'alaihi wa salla bahkan mengancam orang-orang
yang memutuskan silaturahmi dengan sabdanya, “Tidak akan masuk surga orang yang
memutuskan silaturahmi (persaudaraan)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Makna Silaturahmi
Apa makna silaturahmi?
Imam al-'Aini rahimahullah berkata, “Silaturahmi adalah kinayah (sebuah
ungkapan) yang
menggambarkan perbuatan baik
kepada kerabat dari kalangan orang-orang yang memiliki hubungan nasab (keturunan)
dan pernikahan, bersikap sopan
dan lemah-lembut kepada mereka, serta memperhatikan
keadaan
mereka walaupun mereka jauh dan berbuat
buruk” (Syarh Shahih al-Bukhari).
Dari penjelasan ini kita
mengetahui bahwa makna silaturahmi di dalam istilah syari'at, sesungguhnya bukanlah
seperti
yang difahami oleh banyak orang, yaitu berkunjung dan bertemu
dengan orang lain, baik
kerabat maupun bukan kerabat. Namun makna siilaturahmi di dalam
istilah syari'at yang paling tepat adalah
berbuat baik kepada kerabat dengan berbagai
bentuk kebaikan sebagaimana
diterangkan
di atas. Wallahu a'lam.
Sampai di sini dapat dipahami bahwa silaturahmi bukanlah perkara biasa dan
sepele. Ia adalah sebuah syariat yang agung dan mulia, yang mesti diperhatikan
dan dijaga oleh setiap muslim. Memutus dan menyepelekannya
memiliki konsekuensi yang tidak ringan. Ada
bahaya yang mengancam, ketika kita dengan sengaja
memutusannya.
Mari kita perhatikan beberapa poin berikut.
Pertama, dilaknat
oleh Allah.
Perhatikan ayat yang mulia ini (yang
artinya), “Maka apa kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan
memutuskan silaturahmi? Mereka itulah orang-orang yang
dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan
mata mereka.” (QS. Muhammad:
22-23).
Kedua,
seolah memakan bara api.
Dalam sebuah hadis sahih dijelaskan bahwa seseorang yang selalu menolak
silaturahmi dari
kerabatnya, maka
ia bagaikan
memakan bara api yang panas. Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Ada seorang laki-laki
yang menemui Rasulullah,
dan laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah,
aku mempunyai keluarga
dan ketika
aku berbuat baik kepada mereka, mereka berbuat jelek terhadapku. Mereka acuh terhadapku, padahal aku telah bermurah
hati kepada mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika demikian,
maka seolah-olah kamu
memberi makan mereka dengan bara api.
Dan pertolongan
Allah akan selalu senantiasa menyertaimu selama kamu begitu (berusaha bersilaturahmi).” (HR. Muslim).
Ketiga, menjadi
sebab tidak terkabulnya doa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam
bersabda, “Tidaklah
seorang
muslim memanjatkan do'a pada Allah selama tidak mengandung
dosa
dan memutuskan silaturahmi,
melainkan Allah akan beri
padanya tiga hal: [1] Allah akan
segera mengabulkan do'anya, [2]
Allah akan menyimpannya baginya
di akhirat kelak,
dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang
semisal.”Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami
akan memperbanyak berdo'a.” Nabi lantas berkata, ”Allah nanti yang memperbanyak
mengabulkan doa-doa kalian” (HR. Ahmad).
Keempat, hukumannya disegerakan di dunia sebelum
di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada satu
dosa
yang lebih pantas untuk disegerakan hukuman
bagi pelakunya di
dunia bersamaan dengan hukuman yang Allâh siapkan baginya di akhirat daripada
baghyu (kezhaliman dan berbuat
buruk kepada orang lain)
dan memutuskan kerabat” (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu
Dawud, al-Hakim, dan lainnya).
Kelima, ancaman dijauhkan
dari surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Tidak
akan masuk surga orang yang memutuskan
(silaturahmi)” (HR. Bukhari dan
Muslim). Para ulama mengatakan, maksud kalimat “tidak akan masuk surga” dalam hadits ini, ada
dua kemungkinan: (1) tertuju kepada
orang yang menganggap halal
memutuskan persaudaraan tanpa sebab, padahal dia mengetahui keharamannya, maka
orang ini kafir, dia kekal di dalam neraka, dan tidak akan masuk surga selamanya;
(2) maksudnya, tidak masuk surga semenjak awal bersama orang-orang yang dahulu,
tetapi dia dihukum dengan diundurkan dari masuk surga dengan ukuran yang
dikehendaki oleh Allah. (Lihat Syarh Imam
Nawawi, 16/113-114).
Keenam, memutus kebaikan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasahnya Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya (kata) rahmi diambil dari (nama
Allah) yaitu ar-Rahman. Allah berkata, “Barangsiapa menyambungmu (rahmi/kerabat),
Aku akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskanmu, Aku akan memutuskannya.”
(HR. Bukhari).
Ketujuh, jauh dari rahmat Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rahmat tidak akan turun
kepada kaum yang padanya terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR.
Muslim).
Setelah mengetahui bahaya memutuskan tali silaturahmi dalam Islam, tentu
kita bisa lebih berhati-hati. Sekarang kita tahu bahwa menjaga silaturahmi
antar kerabat dan sanak keluarga sangatlah penting. Tidak hanya untuk menjaga
hubungan sosial kita tetapi juga menjadi tanda bahwa kita adalah orang-orang
yang beriman.
Ingatlah selalu bahwa menjaga tali silaturahmi akan mendatangkan banyak
kebaikan dan keberkahan. Di antaranya, silaturahmi menjadi sebab diluaskannya
rezeki. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang senang
diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung
hubungan silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Silaturahmi juga menjadi sebuah amalan yang patut dijadikan sebagai
amalan utama. Sahabat 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada
Rasulullah, “Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang utama”.
Beliau bersabda, “Sambunglah orang yang memutuskan (hubungan dengan)mu, berilah
kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan berpalinglah dari orang yang
berbuat zalim kepadamu.” (HR. Ahmad).
Olehnya, mari segera memperbaiki diri dengan menyambung kekerabatan dengan
sebaik-baiknya. Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kekuatan untuk
mengamalkannya. Amin. Wallahu a'lam.[]
0 Komentar